JAKARTA – Meski masa orientasi siswa tahun ini sudah
ditiadakan, kekerasan dalam pendidikan masih ditemui di lingkungan
sekolah. Tak hanya siswa, belakangan guru juga menjadi korban kekerasan
dari orangtua peserta didik yang tidak terima anaknya dihukum.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno
Listyarti menjelaskan, pendidikan harus bebas dari kekerasan meskipun
dalam rangka mendisiplinkan anak. Guna mencegah hal tersebut, guru perlu
membuat kesepakatan dengan siswanya di awal pertemuan.
"Saya tahu guru juga manusia yang ada batas kesabaran terhadap anak.
Tetapi semua itu bisa dikomunikasikan, misalnya dengan membuat
kesepakatan sebelumnya," ujarnya dalam jumpa pers Masyarakat Peduli
Pendidikan di Kantor LBH Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Selain guru, kepala sekolah juga harus tanggap jika terjadi kasus
kekerasan di lingkungannya. Jika tidak, yang terjadi bukan penyelesaian
masalah melainkan masalah baru, seperti orangtua yang memukul guru
setelah anaknya mengadu. "Berarti di sini kepala sekolah juga gagap
dalam menyelesaikan kasus kekerasan," sebutnya.
Seorang guru relawan di wilayah pelosok, Fidella Anandhita,
menceritakan pernah mengajak siswanya secara partisipatif untuk
menegakkan kedisiplinan. Baginya jika anak melanggar aturan bukan
berarti diberi hukuman fisik, tetapi membiarkan mereka menerima
konsekuensinya.
"Ada kesepakatam dulu. Contohnya, ketika mereka tidak bawa alat
gambar, mereka tahu kalau konsekuensinya tidak bisa menggambar.
Teman-temannya juga belum tentu mau meminjamkan. Karena sudah ada
kesepatakan dan dia tahu konsekuensinya, maka anak tersebut harus cari
akal supaya bisa menggambar," paparnya.
Sementara pakar sosiologi dari Universitas Indonesia (UI), Kamanto
Sunarto, menambahkan sudah menjadi tugas Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) mensosialisasikan bahwa kekerasan dalam
pendidikan tidak diperkenankan. Apalagi saat ini sudah ada Undang-Undang
Perlindungan Anak.
"Bukan berarti malah menyatakan bahwa kekerasan dibolehkan dalam
batasan tertentu. Pernyataan Mendikbud itu sangat berpengaruh, dan
Kemdikbud bertugas menjalani undang-undang tanpa kompromi. Daripada
disalahartikan, bisa jadi ada guru yang melakukan kekerasan karena
merasa dilindungi oleh perkataan menteri," tandasnya.
Kamis, 18 Agustus 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar